BAB I
PENDAHULUAN
Kognitif berasal dari kata “cognitive” yang berarti hal yang
berhubungan dengan pengamatan. Dalam ilmu Psikologi, Kognitif merupakan bagian
dari gejala jiwa manusia. Kognitif merupakan gejala pengenalan yang terdiri
dari penghayatan pengamatan tanggapan asosiasi, reproduksi, apersepsi, ingatan,
fantasi, berpikir dan intelegensi.
Kognitif dipahami sebagai proses mental karena kognisi mencermikan
pemikiran dan tidak dapat diamati secara langsung. Oleh karena itu kognisi
tidak dapat diukur secara langsung, namun melalui perilaku yang ditampilkan dan
dapat diamati. Misalnya kemampuan anak untuk mengingat angka dari 1-20, atau
kemampuan untuk menyelesaikan teka-teki, kemampuan menilai perilaku yang patut
dan tidak untuk diimitasi.
Jadi gejala-gejala kognitif itu
adalah:
1.
Pengindraan
2.
Pengamatan,
Tanggapan (persepsi)
3.
Reproduksi,
Asosiasi, dan Appersepsi
4.
Fantasi
5.
Ingatan/memory
6.
Lupa
7.
Berfikir
8.
Inteligensi/intelek
9.
Intusi
Akan tetapi
pada makalah ini kami hanya membahas tentang penginderaan, pengamatan,
tanggapan, reproduksi, asosiasi, dan appersepsi
BABII
PEMBAHASAN
GEJALA PENGENALAN (KOGNITIF)
A. Pengindraan
Pengindraan ialah penyaksian indera kita atas
rangsangan yang merupakan suatu kompleks (suatu kesatuan yang kabur, tidak
jelas). Dalam penginderaan bagian-bagian atau unsur-unsur dari ransangan yang
belum terurai, masih menjadi satu, bahkan diri kitapun seakan-akan termasuk
didalamnya. Jadi jiwa kita pasif. Misalnya pengindraan kita atas
kendaraan-kendaraan yang simpang siur dijalan raya, panas terik matahari yang
kita rasakan waktu kita asyik bermain dan sebagainya.[1]
Sejak individu dilahirkan secara langsung dapat berhubungan dengan
dunia luarnya. Mulai saat itu pula individu-individu secara langsung menerima rangsangan dari luar disamping menerima
rangsangan dari dalam dirinya sendiri, seperti mulai merasa kedinginan, panas,
sakit, senang dan sebagainya. Individu mengenal dunia sekitarnya dengan
menggunakan alat inderanya.
Untuk jelasnya berikut ini adalah jenis-jenis
atau kerjanya tiap-tiap indera dari
kelima panca indra kita sebagai berikut:
1.
Indra penglihatan
Alat yang berhubungan dengan penginderaan ini
adalah mata. Indera ini menerima perangsangan cahaya, dan kerjanya dapat
dibedakan menjadi 3 golongan:
a. Menuraut adanya cahaya: terang dan gelap
b. Menurut Warna, ada warna-warna seperti: Merah, Jingga, Biru, Kuning,Ungu,
hitam, putih dan abu-abu
c. Menurut ukuran: besar, bentuk dan jarak[2]
Dalam Psikologi, dikenal empat warna pokok, yaitu: Merah, kuning,
hijau dan biru. Jika masing-masing warna ini ditempatkan pada sudut segi empat, maka
pada sisinya dapat kita temukan semua warna lainnya. Misalnya, warna ungu pada
garis merah biru, oranye pada garis merah kuning, dan abu-abu pada garis hijau
biru, dan lainnya.[3]
Merah Kuning
Biru Hijau
2. Indera Pendengaran
Kita mendengar dengan telinga. Pada pengindraan pendengaran di bedakan
antara nada-nada (terdengar tenang dan teratur), dan desah-desah atau gersik
(gelisah dan tidak teratur). Kekuatan nada itu tergfantung pada amplitudo dari
getaran-getaran udara. Semakin tinggi jumlah getarannya semakin tinggilah
nadanya. Nada dengan kekuatan 20.000-30.000 getaran perdetik tidak bisa lagi
diamati noleh manusia. Nada paling rendah pada piano memiliki 27 getaran,
sedangkan yang tertinggi memiliki 3. 480 getaran perdetik. Orang-orang yang
lahir tuli, biasanya juga tidak bisa berbicara (bisu), sekalipun pada umumnya
organ-prgan bicaranya normal keadaannya.
3.
Indera Pembau
Indera pembau
berlangsung via perangsang-perangsang berbentuk gas yang mengenai selaput lendir
hidung. Pada selaput lendir inilah terletak ujung-ujung syraf pembau. Menurut W.
Henning (peneliti jerman 1924) ada 6 bau pokok:
bau busuk
bau bunga bau
buah
bau
sangit
bau akar bau
getah
4.
Indera pengecap
Ini berlangsung karena adanya rangsangan-rangsangan cairan pada lidah dan tekak (langit-lamgit)
lunak. Kepekaan orang untuk indera pengecap ini pun sangat berbeda. Kita
membedakan empat cita rasa/pengecapan, yaitu manis, asam, asin dan pahit.
Sedangkan yang lainnya merupakan kombinasi dari keempat cita rasa itu.
5.
Indera
peraba
Indera ini menerima perangsang tekanan atau suhu dan sakit. Penginderaan
terdapat pada seluruh tubuh, kecuali pada rambut, kuku dan gigi.[4]
6.
Indera
keseimbangan
Indera ini menerima perangsang gangguan
keseimbangan. Indera ini terletak pada telinga. Bentuknya seperti rumah siput.
Indera inilah yang menjaga tubuh kita agar tetap tegak atau tetap seperti
keadaan semula.
7.
Indera Kinaesthesis (Kineo= gerak)
Pada peristiwa ini, perangsang-perangsangnya
berupa gerak-gerak dan
ketegangan-ketegangan pada otot-otot
tubuh . inderanya terdapat pada persendian.
8.
Indera Organis/vital
Ini merupakan penginderaan lapar, dahaga,
sesak napas (kekurangan udara) dan pembuangan. Tidak ada pengaruh perangsang
dari luar. Indera yang berfungsi untuk ini adalah organ-organ pencernaan
makanan, pernapasan, organ sirkulasi darah, hati dan lain-lain.[5]
9.
Indera
synaesthesi (indera penyerta)
Indera Synaesthesi adalah penginderaan tidak dengan indera yang
bersangkutan, akan tetapi dengan indera lainnya. Dalam pengelompokan indera ini dimasukan juga
penggantian suatu indera lainnya. Misalnya, kebutaan mata digantikan oleh
indera pendengaran dan perasa.
Pada umumnya pengindraan selalu disusul dengan
pengamatan, terutama rangsangan-rangsangan yang menarik perhatian kita. Namun
pengamatan hanya dapat di lakukan oleh manusia, hewan dan bayi
tidak dapat melakukannya. Jadi dalam pengamatan jiwa kita aktif.
B. Pengamatan, Tanggapan (persepsi)
1. Pengamatan
Manusia mengenal dunia ini secara riil, baik dirinya sendiri maupun
dunia sekitarnya dimana dia ada, dengan melihatnya, mendengarnya, membawanya
atau mengecapnya. Cara mengenal objek yang demikian itu disebut mengamati,
sedangkan melihat, mendengar dan seterusnya disebut modalitas pengamatan. Hal
yang diamati itu dialami dengan sifat-sifat; di sini, kini, sendiri dan
bermateri.
Pengamatan ialah proses mengenal dunia luar
dengan menggunakan indera.[6] Dan dapat juga diartikan pengamatan adalah hasil perbuatan jiwa
secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya perangsang.
Dalam pengamatan dengan sadar orang dapat pula memisahkan
unsure-unsur dari obyek tersebut. Misalnya, becak melampaui kita, mula-mula
Nampak bulatnya (penginderaan), tetapi kemudian makin jelas catnya, belnya,
pengendaranya, rodanya, dan sebagainya.
Proses pengamatan itu melalui 3 saat:
1.
Saat
alami (physis) : saat indera kita menerima perangsang dari alam luar.
2.
Saat
jasmani (saat physiologis) : saat perangsang itu diteruskan oleh urat syaraf sensoris ke otak.
3.
Saat
rohani (saat phychis) : saat sampainya perangsang itu keotak, kita menyadari
perangsang itu dan bertindak.
Syarat-syarat terjadinya pengamatan ialah:
1.
Ada
perhatian kita terhadap perangsang itu
2.
Ada
perangsang yang mengenai alat indera kita
3.
Urat
syaraf sensoris harus dapat meneruskan perangsang itu ke otak
4.
Kita
dapat menyadari perangsang itu
2. tanggapan
Pada pengamatan berlangsung perangsang perangsang-perangsang. Maka
tanggapan adalah kesan-kesan yang dialami jika perangsang sudah tidak ada. Jika
proses pengamatan sudah berhenti dan hanya tingal kesan-kesannya saja,
peristiwa sedemikian ini disebut dengan tanggapan.
Definisi tanggapan itu sendiri adalah gambaran ingatan dari
pengamatan. Misalnya berupa kesan pemandangan alam yang baru kita lihat, melodi
indah yang baru menggema, dan lain-lain[7]
Segala sesuatu yang pernah kita amati/alami
selalu tertinggal jejaknya atau kesannya didalam jiwa kita. Bekas jejak/kesan
dari luar yang tertinggal pada kita itu dapat kita timbulkan kembali
(Reproduksi) sebagai Tanggapan. Reproduksi suatu tanggapan itu dari keadaan
bawah sadar kedalam ke adaan sadar. Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa
tanggapan itu adalah bayangan/kesan kenangan dari apa yang pernah kita amati
dan kenali.[8]
Tanggapan disebut latent (tersembunyi, belum
terungkap), apabila tanggapan tersebut berada dibawah sadar, atau tidak
disadari. Sedangkan tanggapan yang disebut aktual, apabila tanggapan tersebut
kiata sadari.
3.
Perbedaan
antara pengamatan dan tanggapan.
A. Pengamatan terikat pada tempat dan waktu, sedangkan pada tanggapan tidak
terikat pada waktu dan tempat.
B. Obyek pengamatan sempurna dan mendetail, sedangkan obyek pada tanggapan
tidak mendetail.
C. Pengamatan memerlukan perangsang, sedangkan pada tanggapan tidak memerlukan
perangsang.
D. Pengamatan bersifat sensoris, sedangkan pada tanggapan bersifat imajiner.
C. Reproduksi, Asosiasi, dan Apersepsi.
1. Reproduksi
Yang disebut ialah daya jiwa kita yang dapat
menimbulkan tanggapan-tanggapan ke kesadaran kita.[9]
Reproduksi ialah permunculan
tanggapan-tanggapan dari keadaan bawah sadar (tidak disadari) kedalam keadaan
disadari. Ketika mengingat kembali suatu yang telah kita amati dan dan kita
alami, karena adanya perangsang atau pengaruh dari luar. Reproduksi juga dapat
muncul dengan sendirinya atau tidak sengaja, atau tidak ada sebab jadi secara
spontan muncul dalam kesadaran. Misalnya:
tanpa sebab tertentu munculah peristiwa pedih yang mengingatkan pada
masa-masa lalu[10]
Menurut cara timbulnya, Reproduksi bisa juga terikat: yaitu diikat dan dirong pleh kemauan
sendiri, dengan kata lain, secara sengaja dan atas kemauan sendiri dapat
menimbulkan reproduksi itu. Dan reproduksi bisa juga bersifat bebas atau tidak
terikat, yakni reproduksi yang timbul dengan sendirinya, dengan tidak
disengaja, sehinga bersifat apa adanya dan liar dalam benak kita.
2. Asosiasi
Asosiasi dari tanggapan ialah perkaitan dari tanggapan-tanggapan.
Tanggapan mengenai benda-benda disekitar diri kita itu selalu terasosiasi
dengan nama-nama dari bendanya. Setiap asosiasi selalu menyertakan reproduksi.
Maka psikologi kuno/lama menyusun lima hukum asosiasi, sebagai berikut:
Hukum 1: Hukum persamaan waktu: tanggapan-tanggapan yang muncul pada saat yang
sama dalam kesadaran, akan terasosiasi bersama. Misalnya, benda dengan namanya,
kampus dengan jalannya, barang dengan bahannya, dan lain-lain.
Hukum 2: hukum perurutan: benda atau peristiwa yang mempunyai
perurutan, akan terasosiasi bersama. Misalnya: huruf-huruf Alfabet, melodi,
sanjak, dan lain-lain.
Hukum 3: hukum persamaan (persesuaian): tanggapan- tanggapan yang
hamper sama, akan terasosiasi bersama. Misalnya: potret dangan orangnya,
Surabaya dan Jakarta, lautan dengan lautan pasir, dan lain-lain.
Hukum 4: hukum kebalikan (lawan): tanggapan-tanggapan yang
berlawanan akan terasosiasi bersama. Misalnya: kaya miskin, tua-muda,
besar-kecil, dan lain-lain.
Hukum 5: hukum galur tau pertalian logis: tanggapan-tanggapan yang
mempunyai perkaitan yang logis atau satu sama lain, akan terasoisasi bersama.
Misalnya, liburan dengan pesiar, musim pancaroba dengan penyakit, dan lain-lain
Sebaliknya, psikologi modern hanya mengenal satu hokum asosiasi
saja, yaitu hukum kontiguitas (berbatasan, berdampingan). Bunyi hukum kontiguitas ialah sebagai
berikut: tanggapan-tanggapan akan terasosiasi satu sama lain apabila mereka itu
kontigu, berdampingan atau berbatasan satu sama lain, karena mereka timbul
bersamaan (koeksisiten), atau tersusun dekat didalam kesadaran. [11]
Pada proses asogsiasi, bisa berlangsung hambatan emosional. Misalnya
berupa rasa malu, kecemasan, rasa minder, rasa takut, yang menghambat proses
repruduksi dan asosiasi. Oleh karena itu, demi berhasilnya pendidikan, semua
emosi yang hebat dan negatif sifatnya harus disingkirkan. Dan diperlukan sekali
ialah: suasana tenang untuk menumbuhkan perasaan-perasaan yang seimbang.[12]
3. Apersepsi
Istilah Apersepsi ini telah dipergunakan dalam
arti berbeda-beda diantara para psikolog.
Menurut Wilhelm Wundt, appersepsi ini terjadi
apabila kita mengarahkan perhatian kepada pada suatu isi psikis. Bagi Wundt,
Appersepsi itu adalah suatu proses kehendak yang memberi arah kepada aktivitas
jiwa dan mengangkat/menempatkan isi
psikis pada titik pandangan dan lapangan pandangan[13]. Sehubungan dengan ini, psikologi modern menyatakan bahwa dalam
peristiwa appersepsi itu ada
unsur-unsur: pengamat penuh minat, pemasakan dan pemahaman tanggapan dan
meningkatkan ketaraf hubungan yang lebih tinggi, juga ada proses terpengaruh
tanggapan-tanggapan lama oleh tanggapan baru. Dan merupakan proses psikologi
yang aktif tidak pasif[14]
Lain halnya dengan Herbart, ia mengartikan
Appersepsi sebagai: penerimaan suatu tanggapan baru dengan bantuan tanggapan
yang sudah ada. Dan sekarang appersepsi ini banyak digunalan dalam arti
pengelolaan suatu kesan yang baru dengan bantuan/melalui kesan-kesan yang dimiliki. Jadi kesan-kesan
yang sampai pada kita tidak secara lengkap/belum jelas tidak dikenal, kita
sempurnakan, selesaikan, atau sesuaikan dengan bantuan kesan-kesan/tanggapan
yang sudah ada pada kita, sehingga kita mengenal, memahami dan mengerti
maksudnya.
Pengenalan dengan bantuan Appersepsi ini
banyak sekali terjadoi dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam proses
belajar disekolah, pemahaman informasi dan lain-lain kesan baru yang
sampai/diterima atau dihadapi setiap orang.[15]
Sedangkan menurut Leibnis: appersepsi adalah
peristiwa penyadaran akan perangsang baik itu perangsang baru maupun perangsang
lama yang sudah menjadi tanggapan.[16]
Proses appersepsi ialah suatu proses kemauan, bukan proses yang
berlangsung secara mekanis.
BAB III
SIMPULAN
Ø Penginderaan adalah penyaksian indera kita atas rangsangan yang merupakan
suatu kompleks (suatu kesatuan yang kabur, tidak jelas).
Ø Pengamatan adalah proses mengenal dunia luar dengan menggunakan indera.
Ø Tanggapan ialah
bekas atau gambaran dari sesuatu pengamatan, yang tinggal dalam lubuk jiwa kita
sehingga boleh disebut gambaran ingatan
Ø Asosiasi adalah
dikeluarkannya tanggapan dari bagian ketidak sadaran kita kebahagiaan sadar
kita, ketika mengingat kembali suatu yang telah kita amati dan kita alami.
Asosiasi seterusnya kita pakai dalam arti perhubungan dan pertautan.
a)
Hukum persamaan
b)
Hukum sebab-akibat
c)
Hukum sama waktu
d)
Hukum urutan
e)
Hukum serempak
f)
Hukum berurutan
g)
Hukum berlawanan
Ø Reproduksi ialah
penjelmaan, penimbulan kembali sesuatu yang telah kita alami,Reproduksi dapat
terjadi dengan sengaja tetapi dapat juga terjadi tidak dengan sengaja. Reproduksi
dapat juga terjadi pengaruh dari luar.
Ø Appersepsi
adalah peristiwa penyadaran akan perangsang baik itu perangsang baru maupun
perangsang lama yang sudah menjadi tanggapan.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi, Psikologi Umum, Jakarta:
Rineka Cipta, 1998
Agus Sujanto, Psikologi Umum, Jakarta:
Bumi Aksara, 2009
F, Patty, dkk, Pengantar Psikologi Umum,Surabaya:
Usaha Nasional, 1982
Kartini kartono, Psikologi Umum, Bandung:
CV. Mandar Maju, 1990
[1]
Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1998), hal 63
[2]
Agus Sujanto, Psikologi Umum, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2009), hal 23
[3]
Kartini Kartono, Psikologi Umum,
(Bandung: CV Mandar Maju, 1990), hal 52
[4]
Agus Sujanto, Op, Cit, hal 24
[5]
Kartini Kartono, Op, Cit, hal
55
[6]
Agus Sujanto, Op, Cit, hal 21
[7]
Kartini Kartono, Op, Cit,
hal 58
[9]
Agus Sujanto, Op, Cit, hal 37
[11]
Kartini kartono, Op, Cit, hal
61
[12]
Abu Ahmadi, Op, Cit, hal 69
[13]
F. Patty, dkk, Op, Cit, 53
[14]
Kartini Kartono, Op, Cit, hal 62
[15]
F. Patty. Dkk, Op, Cit, hal
53
[16]
Agus sujanto, Op, Cit, hal 39
Tidak ada komentar:
Posting Komentar