RIWAYAT AL-AKABIR AN AS-SHAGHIR
Menurut bahasa berasal dari kata Al-Kabiru
adalah bentuk jama’ dari As-Shaghiru dan artinya adalah riwayat orang besar
dari orang kecil. Sedangkan menurut istilah :
ان يروي الشخص عمن هو دونه في السن و الطبقة او فى العلم
و الحفظ
“Adalah riwayat seseorang
dari seorang perawi yang lebih rendah umurnya dan thabaqahnya atau lebih rendah ilmu nya.”[1]
Pendapat lain mengatakan:
ان يروي الشخص عمن دونه في السن و الاخذ عن الشيوخ
“ adalah riwayat seseorang dari seorang perawi yang lebih
rendah umurnya dan mengambil dari guru.“[2]
Dengan
demikian yang dimasud dengan riwayat Al-Akabir an As-Shagir, iaah periwayatan
hadits dari seorang rawi ang lebih tua usianya atau yang lebih banyak ilmunya
dari rawi yang lebih rendah usianya atau lebih sedikit ilmunya yang diperoleh
dari seorang guru.[3]
Jelasnya adalah seorang perawi yang
meriwayatkan suatu hadits dari seorang perawi lain yang lebih kecil umurnya dan
lebih rendah tingkatnya, atau seorang operawi hadits meriwayatkan suatu hadits
dari orang yang lh;;;ebih sedikit ilmu dan hapalannya, seperti riwayat perawi
yang ‘alim lagi Hafidz dari syeikh yang tidak ‘alim sekalipun lebih tua
umurnya, inilah yang perlu penjelasan bahwa semata-mata tua umurnya atau lebih
dahulu tingkatannya saja, dalam arti tidak sama dalam ilmunya dari pada orang
yang diberi riwayat tidak lah cukup disebut sebagai riwayat Al-Akabir ‘an
As-Shagir.
- Riwayat Al-akabir ‘an As-shagir dapat dibagi menjadi 3 macam:
1.
Apabila rawi yang meriwayatkan Hadits itu
lebih tua dan lebih dahulu tingkatannya dari pada yang diberi riwayat
2. Apabila rawi yang meriwayatkan hadits itu lebih menguasai dari pada orang
yang diberi riwayat, seperti riwayat rawi yang hafidz kepada orang yang tua
tapi tidak hafiz, contoh: riwayat imam malik dari Abdullah bin dinar
3.
Apabila rawi lebih tua dan mampu dari pada
yang diberi riwayat. Artinya, lebih tua dan lebih alim daripadanya. Contoh:
riwayat Al-Barqany dari Al-khatib
Kata Asybul Asybal Ahmad Muhammad Syakir:
“terkadang-kadang perawi meriwayatkan hadits dari seorang yang lebih muda dari
padanya, ataulebih rendah kedudukan ilmu dari padanya, atau umur dan ilmu.
Kerna itu,haruslah kita mengetahui hal yang demikian itu agar tidak samar bagi kita,
dan agar kita tidak menyamgka, bahwa si rawi itulebih muda edan lebih rendah
dari marwi anhu, bertukar dari sebagian perawi, sebagai mana apabila Az Zuhry
dan Yahya ibn Sa’ied dan sebagaimana pula Abul Qasim Abdillah ibn Ahmad Al
Azhari meriwayatkan hadits dari muridnya Al Khathib. Semuanya lebih besar,
lebih tinggi dari muridnya dan lebih tua. Dan sebagaimana apabila Malik meriwayatkan
Hadits dari Abdillah Ibnu Dinar sedang malik itu lebih tinggi ilmu, dan
kedudukannya dari Ibnu Dinar, Dalam hal
ini Ibnu Dinar lebih tua dari pada dari Malik. Demikian juga riwayat Ahmad bin
Hanbal dan Ishak bin Rahaqaih, dua orang guru besarapabila meriwayatkan hadits
dari gurunya Ubaidullah ibn Musa Al’ Abbasy, seorang yang kepercayaan, akan
tetapi tidak termasuk golongan ulama yang terkrnal, dan tiada termasuk golongan
orang ahli ijtihad.[4]
para muhaditsin mengemukakan dasar ada riwayat
Al-akabir an al-Ashagir ini,ialah sabda Rasululah SAW tentang al-jassasah
(dajjal), yang dalam Hadits tersebut Nabi memperoleh cerita dari tamim Ad-Dary,
ia berkata:
اتدرون لم جمعتكم؟ قالوا: الله و رسوله اعلم! قال: اني والله
ما جمعتكم لرغبة ولا لرهبة, ولكن جمعتكم لأنّ تميما الدّاريّ كان رجلا نصرنيّا,
فجاء فبايع وحدّثني حديثا واقف الذي كنت أحدّثكم عن مسيح الدّجّال
“tahukah,mengapa kamu sekalian saya kumpulkan?” hanya Allah
dan Rasul-Nyalah yang lebih tahu”sahut mereka. “demi Allah, saya kumpulakan
kamu, bukan untuk mengembirakam dan menakut-nakuti, tetapi mengumpulkan kamu
semua, karena ta mim AD-Dary, konon ia adalah seorang nasrani, lalu datang
minta baiat dan menceritakan kepadaku suatu cerita yang persis dengan apa yang
ceritakan kepada kalian tentang masihid-dajjal”
Riwayat yang termasuk dalam pengertian riwayat Al-Akabir an An-Ashagir ialah: riwayat asshahabah an
attabi’iy, riwayat At-tabi’it an At-Tabi’it tabi’in, dan riwayat Al-Abai an
Al-Abna.
Gambaran riwayat As-shahabah an At-Tabi’it
tabi’in seperti periwayatan shahabat Ibnu ‘Abbas r.a. dari Ka’ab Al-Akhbar,
seorang tabi’iy
Gambaran riwayat At-tabi’iy an At-Tabi’it
tabi’in seperti periwayatan seorang tabi’iy
Muhammad bin Syihab az-Zuhri dari ImamMalik.
Diantara contoh Hadits yang periwayatannya
diklasifikasikan dengan riwayat al-abai an al-abnai, iaah hadits yang
diriwayatkan oleh Musyas bin Atha’ dari Al-‘Abbas bin Abdul Muthalib r.a
dari putranya Al-Fadll ujarnya:
ان النبي صلي الله عليه وسلم امر ضعفة بني
هاشم ان ينفروا من جمع بليل
“bahwa Nabi Muhammad SAW memerintahkan kepada orang
lemah dari Bani Hasyim (anak-anak kecil) agar meninggalkan berkumpul disatu
malam (semalam suntuk di Mizdalifah sampai sembahyang subuh, tapi terus ke
Mina)”
|
مشاس
|
Faidah mengetahui riwayat al-akabir an
as-shagir ini,
1. ialah untuk menghindari persangkaan bahwa pada sanadnya terjadi pemutar
balikan rawy dan untuk menjauhkan persangkaan kebanyakan orang, bahwa guru itu
tentu lebih pintar dari muridnya. Padahal tidak tentu demikian. Nabi Muhammad
SAW telah memerintahkan agar kita selalu menempatkan seseorang pada kedudukan
yag sesuai dengan kecakapannya dalam sabdanya;
امرنا رسول الله صلي الله عليه وسلم ان ننزل الناس منازلهم
“Rasulullah SAW telah memerintahkan kepada
kita, agar kita tempatkan seseorang pada kedudukannya” (Riwayat Abu Daud)[5]
2. agar tidak diduga atau disangka bahwa didalam sanad hadits itu terdapat
penukaran atau pembaikan karena kebiasaan yang berlaku adalah riwayat rawi
kecil dari rawi besar[6]
RIWAYAT AS-SHAHABAH AN’ AT-TABI’IN AN’
AS-SHABAH
Diantara riwat al-akabir an as-shagir ialah
periwayatan seorang shahaby yang diterima dari tabi’iy, sedang tabi’iy ini
menerima dari seorang shahaby pula. Umpamanya, Abu Hurairah menerima Hadits
dari Ka’bil Ahbar yang menerima hadits dari ibnu Abbas.
Jenis periwayatan ini sangat sedikit
jumlahnya. Sebagian ahli hadits tidak membenar adanya riwayat hadits yang
demikian ini. Mereka mengatakan, bahwa shahaby menerima hadits dari tabi’in
riwayat-riwayat Israiliyat dan hadits-hadits yang Mauquf saja.[7]
Ahli-ahli hadits telah meneliti
riwayat-riwayat yang sedemikian ini, dan mendapati ada sejumlah dua puluh
hadits.[8]
Alkhatib Al ‘Iraqi telah menyusun kitab yang
berisi dengan hadits-hadits yang demikian riwayatnya. Diantaranya, hadits yang
diriwayatkan olehAs Sa’ib bin Yazid Ash Shahabi dari Abdur Rahman Al Qari At
Tabi’i dari Umar bin Khatab dari Nabi SAW:
من نام عن حزبه او عن شيئ منه فقراه في ما بين صلاة الفجر و صلاة الظهر كتب
لهكانما قراه من الليل
“barang siapa tidur
hingga ketinggalan hizibnya, atau sedikit dari padanya, maka ia membacanya
diantara sembahyang shubuh dan dzuhur niscaya Allah tuliskan baginya,
seolah-olah ia membaca dimalam hari juga”. (H. R. Muslim I : 207)
Sebagian muhadditsin mengingkari wujudnya
periwayatan semacam ini, disebabkan apabila terjadi seorang shahabat
meriwayatkan hadits dari seorang tabi’iy, itupun hanya merupakan riwayat
israi’iliyat (dongeng-dongeng yahudi) saja atau Hadits Mauquf. Tetapi
pengingkaran ini tidaklah kena, sebab walaupun tidak banyak, dapat kita
buktikan adanya periwayatan semacam itu. Antara lain Hadits yang ditkhrijkan
Imam Bukhari melalui sanad-sanad: Ismail bin ‘Abdullah, Ibrahim bin Sa’ad,
Shalih bin Kaisan, Ibnu Shihab, Sahal ibnu Saad as-Sa’idiy r.a., Marwan bin
Hakam (tabi’iy) dari Zaid bin Tsabit r.a. yang menggambarkan: [9]
أن النبي صلي الله عليه وسلم املي علي : (لا يستوى
القاعدون من المؤمنين والمجاهدون في سبيل الله) فجاءه ابن أمّ مكتوم وهو يملّها
عليّ فقال: يا رسول الله, الله, لو استطيع الجهاد لجاهدت
|
زيد بن ثابت
|
اسماعيل
|
Ibnu Sa’ad as-Saidy adalah seorang shahabat,
Marwan bin Hakam adalah seorang tabi’iy dan Zaid binTsabit adalah seorang shahabat.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ahmad Muhammad
Syakir, Ta’liq Ahmad Muhammad Syakir ‘ala Alfiyatis Sayuthi, Beirut:
lebanon, 1997
2. Drs. Fatchur Rahman,ikhtishar mustalahahul hadits,
PT Alma’arif, Bandung, 1985
3.
Drs. Zainul
Muttaqin, Uluumul Hadits, Titian Ilahi Press, Yogyakarta, 1997
4.
Hafiz Hasan
Al-Mas’udi, Minhatul Mugits, Maktabah Hidayah, Surabaya, 2001
5.
M. Hasbi
Ashshiddiqy, pokok-pokok ilmu Dirayah Hadits, Bulan Bintang, Jakarta,
1997
[1] Drs. Zainul Muttaqin, Uluumul Hadits, Titian
Ilahi Press, Yogyakarta, 1997, h 210
[2] Hafiz Hasan Al-Mas’udi, Minhatul Mugits,
Maktabah Hidayah, Surabaya, 2001, h 37
[3] Drs. Fatchur Rahman,ikhtishar
mustalahahul hadits, PT Alma’arif, Bandung, 1985, h 233
[4] M. Hasbi Ashshiddiqy, pokok-pokok ilmu
Dirayah Hadits, Bulan Bintang, Jakarta, j 2, h 110
[5] Drs. Fatchur Rahman,ikhtishar
mustalahahul hadits, PT Alma’arif, Bandung, 1985, h 234
[6] Drs. Zainul Muttaqin, Uluumul Hadits, Titian
Ilahi Press, Yogyakarta, 1997, h 211
[7] M. Hasbi Ashshiddiqy, pokok-pokok ilmu
Dirayah Hadits, Bulan Bintang, Jakarta, j 2, h 110
[8] Ahmad Muhammad Syakir, Ta’liq Ahmad
Muhammad Syakir ‘ala Alfiyatis Sayuthi,
[9] Drs. Fatchur Rahman,ikhtishar
mustalahahul hadits, PT Alma’arif, Bandung, 1985, h 233
Tidak ada komentar:
Posting Komentar