TUGAS TERSTRUKTUR
|
DOSEN PENGAJAR
|
SEJARAH PERADABAN ISLAM
|
Asikin Noor, M. Ag.
|
SEJARAH PERADABAN ISLAM MASA BANI UMAYYAH SPANYOL
Di susun oleh: kelompok 3
Rafi’atun Najah Qomariah :
1101230522
Rahmah : 1101230523
Siti Aisyah : 1101230531
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
BANJARMASIN
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Sejarah telah menuliskan, bahwa pada masa yang silam kemajuan peradaban
manusia terjadi pada masa kekuasaan Islam di hampir semua belahan dunia. Disaat
di Eropa sedang berada dalam masa kegelapan (the darkness), di dunia
Islam sendiri sedang berada dalam masa kejayaan. Baghdad dan Cordova merupakan
salah satu bukti betapa tinggi dan majunya peradaban Islam pada masa itu. Pada
masa kekuasaan Khalifah Bani Umayyah al Muntashir di Andaluisa, selain
istana-istana yang megah, jalan-jalan sudah diperkeras dan diberi penerangan
pada malam hari, padahal pada saat itu di London hampir tidak ada satupun
lentera yang menerangi jalan, dan di Paris di musim hujan lumpur bisa mencapai mata
kaki.
Dari sisi ilmu pengetahuan, tidak hanya dari kalangan muslim sendiri,
orang-orang barat pun telah mengakui, bahwa sebagian besar dasar-dasar ilmu
pengetahuan di lahirkan oleh para ilmuwan muslim. Begitu pula dengan masa
kebangkitan Eropa yang tidak lepas dari pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan
di dunia Islam, dimana para pelajar-pelajar dari Eropa telah dikirim ke Baghdad
dan Cordova untuk menggali ilmu pengetahuan di sana. Di bidang-bidang ilmu
keIslaman, perkembangan sastra dan bahasa Arab secara meluas terjadi pada masa
Umayyah. Selain itu lahir pula ulama-ulama besar.
Oleh karena itu, meneliti kembali sejarah Bani Umayyah menjadi penting
adanya, sebab peradaban masa kini merupakan bagian dari rantai sejarah yang
tidak putus dan dengan meneliti dan memahami sejarah peradaban Islam pada masa
Bani Umayyah II di Andalusia kita akan dapat memetakan rentetan sejarah
peradaban Islam yang merupakan bagian dari rantai evolusi hingga masa kini.
BAB II
PEMBAHASAN
BANI UMAYYAH SPANYOL
A.
Penaklukan Spanyol dan sejarah terbentuknya dinasti Umayyah Spanyol
Spanyol/Andalusia di kuasai oleh umat Islam pada
zaman Khalifah Al-Walid (705-715 M) salah seorang khalifah Daulah Umayah yang
berpusat di Damaskus.[1] Bani Umayyah merebut Spanyol dari bangsa Gothia pada
masa khalifah al Walid ibn ‘Abd al Malik (86-96/705-715). Penaklukan Spanyol
diawali dengan pengiriman 500 orang tentara muslim dibawah pimpinan Tarif ibn
Malik pada tahun 91/710. Pengiriman pasukan Tarif dilakukan atas undangan salah
satu raja Gothia Barat, dimana salah satu putri ratu Julian yang sedang belajar
di Toledo (ibu kota Visigoth) telah diperkosa oleh raja Roderick. Karena
kemarahan dan kekecewaannya, umat Islam diminta untuk membantu melawan raja
Roderick. Pasukan Tarifa mendarat di sebuah tempat yang kemudian diberi nama
Tarifa. Ekspedisi ini berhasil, dan Tarifa kembali ke Afrika Utara dengan
membawa banyak Ghanimah. Musa ibn Nushair, Gubernur Jenderal al Maghrib di
Afrika Utara pada masa itu, kemudian mengirimkan 7000 orang tentara di bawah
pimpinan Thariq ibn Ziyad. Ekspedisi II ini mendarat di bukit karang Giblartar
(Jabal al Thariq) pada tahun 92/711. Sehubungan Tentara Gothia yang akan
dihadapi berjumlah 100.000 orang, maka Musa Ibn Nushair menambah pasukan Thariq
menjadi 12.000 orang.[2]
Pertempuran pecah di dekat muara sungai Salado (Lagund Janda) pada
bulan Ramadhan 92/19 Juli 711. Pertempuran ini mengawali kemenangan Thariq
dalam pertempuran-pertempuran berikutnya, sampai akhirnya ibu kota Gothia Barat
yang bernama Toledo dapat direbut pada bulan September tahun itu juga. Bulan
Juni 712 Musa ibn Nushair berangkat ke Andalusia membawa 18.000 orang tentara
dan menyerang kota-kota yang belum ditaklukan oleh Thariq sampai pada bulan
Juni tahun berikutnya. Di kota kecil Talavera Thariq menyerahkan kepemimpinan
kepada Musa, dan pada saat itu pula Musa mengumumkan bahwa Andalusia menjadi
bagian dari wilayah kekuasaan Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus.
Penaklukan Islam di Andaluisa oleh Thariq hampir meliputi seluruh wilayah
bagiannya, keberhasilannya tidak terlepas dari bantuan Musa ibn Al Nushair.[3]
Ketika Daulah Bani Umayyah Damaskus runtuh pada tahun 132/750, Andalusia
menjadi salah satu provinsi dari Daulah Bani Abbas. Salah satu pangeran Dinasti
Umayyah yang bernama Abd al Rahman ibn Mu’awwuyah, cucu khalifah Umawiyah
kesepuluh Hisyam Ibn Abd al Malik berhasil melarikan diri dari kejaran-kejaran orang-orang
Abbasiyah setelah runtuhnya pemerintahan Bani Umayyah di Damaskus dan menginjakan kaki di Spanyol. Atas keberhasilannya meloloskan diri ia
diberi gelar al Dâkhil.
Keberhasilan pemuda 21 tahun itu, merupakan sejarah menarik dalam sejarah
peradaban islam. Dalam pengepungan yang dilakukan oleh pengikut Abbasyiah, ia
berhasil lolos dan bersembunyi dirumah seorang arab badui ditepi sungai
Euffart, akan tetapi para pengepung itu muncul dekat dengan tempat
persenbunyiannya lalu Abdurrahman mencuburkan diri kesungai dan selamat sampai
keseberang. Lolos dari pengepungan itu Abdurrahman ke Spanyol setelah melewati
Palestina, Mesir, dan Afrika Utara selama 5 tahun, tetapi ketika di Afrika
Utara ia hampir dibunuh oleh gubernur setempat.
Kedatangan Abdurrahman di bumi Spanyol disambut baik oleh penduduk di
beberapa kota di bagian selatan, dan menjadikannya sebagai penguasa mereka.
Misalnya, Sidona dan Sevilla. Akan tetapi ada juga penguasa yang tidak menyukai
kedatangan abdurrahman yaitu Yusuf ibn Rahman Al-fihri, gubernur Spanyol
(Andalusia) waktu itu. Ketika Abdurrahman dan pengikutnya ke Coedoba. Yusuf
al-fihri mempersiapkan pasukannya untuk menghadang Abdurrahman, dan kedua
pasukan ini bertemu di Bakkah.
Pada tahun 138/756 al Dâkhil berhasil menyingkirkan Yusuf ibn Abd al rahman
al Fihri yang menyatakan diri tunduk kepada dinasti Bani Abbas, dan sejak saat
itu ia memporklamirkan bahwa Spanyol lepas dari kekuasaan Dinasti Bani Abbas.
Al Dâkhil memproklamirkan diri sebagai khalifah dengan gelar amîr al
mu’minîn. Sejak saat itulah babak kedua kekuasan Dinasti Ummayah dimulai. Pemerintahan Bani
Umayyah Spanyol (Bani Umayyah II) merupakan pemerintahan pertama yang
memisahkan diri dari dunia pemerintahan Islam Dinasti Abbasiyah. Pendirinya adalah Abdurrahman ad
Dakhil bin Mu’awiyah bin Hisyam bin Abd Malik al Umawi.
Karena pengaruhnya semakin besar dan keadaan berada
dibawah kendalinya, maka Abu ja’far al Manshur mengirimkan pasukannya beberapa
kali untuk mengalahkan Abdurrahman. Namun, usahanya untuk mengalahkan
Abdurrahman selalu tidak berhasil. Karena itulah, dia memberinya gelar “Shaqr
Quraisy” karena dia sangat kagum padanya dan akhirnya berhenti memeranginya.
Dengan demikian, maka dimulailah peradaban
Islam baru di Spanyol yang dinamakan Dinasti Umayyah Spanyol (Umayyah
II)
B. Masa Pemerintahan Bani Umayyah Spanyol
Diantara khalifah
- khalifah Umayyah II yang terkemuka diantaranya:
* Abdurrahman ad Dakhil (755-788 M)
* Abdurrahman ad Dakhil (755-788 M)
* Al Hakam bin
Hisyam (796-821 M)
* Abdurrahman
ibnul Hakam (821-852 M)
* Muhammad bin
Abdurrahman (852-886 M)
* Abdullah bin
Muhammad (889-912 M)
* Abdurrahman bin
Muhammad (912-961 M)
Al Dâkhil berhasil meletakan sendi dasar yang kokoh bagi tegaknya Daulah
bani Umayyah II di Spanyol. Pusat kekuasan Umayyah di Spanyol dipusatkan di
Cordova sebagai ibu kotanya. Al Dâkhil berkuasa selama 32 tahun, dan selama
masa kekuasaannya ia berhasil mengatasi berbagai masalah dan ancaman, baik
pemberontakan dari dalam maupun serangan musuh dari luar. Ketangguhan al Dâkhil
sangat disegani dan ditakuti, karenanya ia dijuliki sebagai Rajawali Quraisy. Pada masa didirikannya dinasti Umayyah II ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh
kemajuan-kemajuan baik dibidang politik maupun bidang peradaban. Abd al-Rahman
al-Dakhil mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar
Spanyol. Hisyam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran. Dialah yang
memprakarsai tentara bayaran di Spanyol. Sedangkan Abd al-Rahman al-Ausath
dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu. Pemikiran filsafat juga mulai pada
periode ini, terutama di zaman Abdurrahman al-Ausath. Bani Umayyah II mencapai puncak kejayaannya pada masa al
Nashir dan kekuasaannya masih tetap dapat dipertahankan hingga masa
kepemimpinan Hakam II al Muntashir (350-366/961-976).
Pada pertengahan
abad ke-9 stabilitas negara terganggu dengan munculnya gerakan Kristen fanatik
yang mencari kesahidan (Martyrdom)[4]. Gangguan
politik yang paling serius pada periode ini datang dari umat Islam sendiri.
Golongan pemberontak di Toledo pada tahun 852 M membentuk negara kota yang
berlangsung selama 80 tahun. Di samping itu sejumlah orang yang tak puas
membangkitkan revolusi. Yang terpenting diantaranya adalah pemberontakan yang
dipimpin oleh Hafshun dan anaknya yang berpusat di pegunungan dekat Malaga.
Sementara itu, perselisihan antara orang-orang Barbar dan orang-orang Arab
masih sering terjadi[5]
Namun ada yang berpendapat pada masa ini dibagi menjadi dua yaitu masa
KeAmiran (755-912) dan masa ke Khalifahan (912-1013)[6]. Jadi Gelar
yang digunakan pada masa dinasti ini adalah Amîr, dan ini tetap dipertahankan
oleh penerusnya sampai awal pemerintahan amir kedelapan Abd al Rahman III
(300-350/912-961). Proklamasi Khilafah Fathimiyyah di Ifriqiyah (297/909,
serta merosotnya kekuatan Daulah Abasiyyah sepeninggal al Mutawakkil
(232-247/847-861) mendorong Abd al rahman III untuk memproklamasikan diri
sebagai khalifah dan bergelar amîr al mu’minîn.[7] Ia juga
menambahkan gelar al Nashir dibelakang namanya mengikuti tradisi dua khalifah
lainnya. Jadi penggunaan khalifah tersebut bermula dari berita yang sampai
kepada Abdurrahman III, bahwa Muktadir, Khalifah daulah Bani Abbas di Baghdad
meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut
penilainnya, keadaan ini menunjukkan bahwa suasana pemerintahan Abbasiyah
sedang berada dalam kemelut. Ia berpendapat bahwa saat ini merupakan saat yang
tepat untuk memakai gelar khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani
Umayyah selama 150 tahun lebih. Karena itulah gelar ini dipakai mulai tahun 929
M. Khalifah-khalifah besar yang memerintah pada masa ini ada tiga
orang yaitu Abd al-Rahman al-Nasir (912-961 M), Hakam II (961-976 M), dan
Hisyam II (976-1009 M).
Pada periode ini umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan
kejayaan menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah di Baghdad. Abd al-Rahman al-Nasir
mendirikan universitas Cordova
Akhirnya pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memerintah Cordova
menghapuskan jabatan khalifah. Ketika itu Spanyol sudah terpecah dalam banyak
sekali negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.
Kekuasaan Umayyah mulai menurun setelah al Muntashiru wafat. Ia digantikan
oleh putera mahkota Hisyam II yang beru berusia 10 tahun. Hisyam II dinobatkan
menjadi khalifah dengan gelar al Mu’ayyad. Muhammad ibn Abi Abi Amir al
Qahthani yang merupakan hakim Agung pada masa al Muntashir berhasil mengambil
alih seluruh kekuasaan dan menempatkan khalifah dibawah pengaruhnya. ia
memaklumkan dirinya sebagai al Malik al Manshur Billah (366-393/976-1003) dan
ia terkenal dalam sejarah dengan sebutan Hajib al Manshur.
Kekuasaan Hakim Agung al Manshur diteruskan oleh Abd al Malik ibn Muhammad
yang bergelar al Malik al Mudhaffar (393-399/1003-1009). Pada masa selanjutnya
al Mudhaffar digantikan oleh Abd al rahman ibn Muhammad yang bergelar al Malik
al Nashir li Dinillah (399/1009) dan sejak saat itu kestabilan politik Umayyah
mulai merosot dengan terjadinya berbegai kemelut di dalam negeri yang akhirnya
meruntuhkan dinasti Umayyah.
Keruntuhan Bani Umyyah diawali dengan pemecatan al Mu’ayyad sebagai
khalifah oleh sejumlah pemuka-pemuka Bani Umayyah. Kemudia para pemuka tersebut
bersedia mengangkat al Nashir sebagai khalifah. Akan tetapi pada kenyataanya
dengan turunnya al Mu’ayyad perebutan kursi khilafah menjadi tidak bias
dihindari. Dalam tempo 22 tahun terjadi 14 kali pergantian khalifah, yang
umumnya melalui kudeta, dan lima orang khalifah
diantaranya naik tahta dua kali. Daulah Umawiyah akhirnya runtuh ketika
Khalifah Hisyam III ibn Muhammad III yang bergelar al Mu’tadhi
(418-422/1027-1031) disingkirkan oleh sekelompok angkatan bersenajata.
C. Eksisitensi Bani Umayyah spanyol
Kemajuan Peradaban Dinasti Umayyah II
Dalam masa lebih
dari tujuh abad kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai
kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan pengaruhnya
membawa Eropa dan kemudian dunia, kepada kemajuan yang lebih kompleks. Diantara
kemajuan tersebut diantaranya:
1. Kemajuan Intelektual
Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat
majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan),
al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam), Barbar (umat Islam yang
berasal dari Afrika Utara), al-Shaqalibah (penduduk daerah antara
Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada
penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang
berbudaya Arab dan Kristen yang masih menentang kehadiran Islam. Semua
komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan saham intelektual terhadap
terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang melahirkan kebangkitan ilmiah,
sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol[8].
Perkembangan tersebut meliputi:
A.
Filsafat.
Islam di
Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan
sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu
pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. minat terhadap filsafat dan
ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M selama pemerintahan
penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abd al-Rahman (832-886 M).
Tokoh
utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn
al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Tokoh utama yang kedua adalah
Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asa, sebuah dusun kecil di sebelah
timur Granada dan wafat pada usia lanjut tahun 1185 M.
Bagian akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Rusyd dari Cordova[9]. la lahir tahun 1126 M dan meninggal tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan agama.
Bagian akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Rusyd dari Cordova[9]. la lahir tahun 1126 M dan meninggal tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan agama.
Pada abad
ke 12 diterjemahkan buku Al-Qanun karya Ibnu Sina (Avicenne) mengenai
kedokteran. Diahir abad ke-13 diterjemahkan pula buku Al-Hawi karya Razi yang
lebih luas dan lebih tebal dari Al-Qanun[10]. Ibnu Rusyd memiliki sikap
realisme, rasionalisme, positivisme ilmiah Aristotelian. Sikap skeptis terhadap
mistisisme adalah basis di mana ia menyerang filsafat Al-Ghazali.[11]
B. Sains.
Abbas ibn
Farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ialah orang pertama yang
menemukan pembuatan kaca dari batu.[12]
Ibrahim ibn Yahya Al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. la dapat menentukan
waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. la juga
berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya
dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang
obat-obatan. Umm Al-Hasan bint Abi Ja’far dan saudara perempuan Al-Hafidz
adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita. Dan Fisika. Kitab
Mizanul Hikmah (The Scale of Wisdom), ditulis oleh Abdul Rahman al-Khazini pada
tahun 1121, adalah satu karya fundamental dalam ilmu fisika di Abad
Pertengahan, mewujudkan “tabel berat jenis benda cair dan padat dan berbagai
teori dan kenyataan yang berhubungan dengan fisika.
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah
Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibn Jubair dari Valencia
(1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim Mediterania dan Sicilia dan
Ibn Bathuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samudra Pasai dan Cina. Ibn
Khaldun (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dart Tum
adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat tinggal di
Spanyol yang kemudian pindah ke Afrika.
C.
Fiqih.
Dalam
bidang fikih, Spanyol dikenal sebagai penganut mazhab Maliki. Yang
memperkenalkan mazhab ini disana adalah Ziyad ibn Abd al-Rahman. Perkembangan
selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi qadhi pad masa Hisyam ibn
Abd al-Rahman. Ahli-ahli fikih lainnya yaitu Abu Bakr ibn al-Quthiyah, Munzir
ibn Sa’id al-Baluthi dan Ibn Hazm yang terkenal.[13]
D.
Musik dan Kesenian.
Seni musik Andalusia berkembang dengan datangnya Hasan
ibn Nafi’ yang lebih dikenal dengan panggilan Ziryab. Ia adalah seorang maula
dari Irak, murid Ishaq al Maushuli seorang musisi dan biduan kenamaan di istana
Harun al Rasyid. Ziryab tiba di Cordova pada tahun pertama pemerintahan Abd al
Rahman II al Autsath. Keahliannya dalam seni musik dan tarik suara berpengaruh
hingga masa sekarang. Hasan ibn Nafi’ dianggap sebagai peketak pertama dasar
dari musik Spanyol modern. Ialah yang memperkenalkan notasi
do-re-mi-fa-so-la-si. Notasi tersebut berasal dari huruf Arab. Studi-studi musikal Islam, seperti telah diprakarsai oleh para
teoritikus al-Kindi, Avicenna dan Farabi, telah diterjemahkan ke bahasa Hebrew
dan Latin sampai periode pencerahan Eropa. Banyak penulis-penulis dan musikolog
Barat setelah tahun 1200, Gundi Salvus, Robert Kilwardi, Ramon Lull, Adam de
Fulda, dan George Reish dan Iain-lain, menunjuk kepada terjemahan Latin dari
tulisan-tulisan musikal Farabi. Dua bukunya yang paling sering disebut adalah
De Scientiis dan De Ortu Scientiarum.
E. Bahasa dan Sastra.
Bahasa Arab
telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Hal itu
dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non-Islam. Bahkan, penduduk asli
Spanyol menomor duakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan
mahir dalam bahasa Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Mereka
itu antara lain: Ibn Sayyidih, Ibn Malik pengarang Alfiyah, Ibn Khuruf, Ibn
Al-Hajj, Abu Ali Al-Isybili, Abu Al-Hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan
Al-Gharnathi.
Pada permulaan abad IX M bahasa Arab sudah menjadi bahasa resmi di
Andalusia. Pada waktu itu seorang pendeta dari Sevilla menerjemahkan Taurat
kedalam bahasa Arab, karena hanya bahasa Arab yang dapat dimengerti oleh
murid-muridnya untuk memahami kitab suci agama mereka. Hal seperti itu terjadi
pula di Cordova dan Toledo. Menurut al Siba’i pada saat itu tidak jarang dari
penduduk setempat yang beragama Nashrani lebih fasih berbahasa Arab daripada
(sebagian) bangsa Arab sendiri[14].
Berikut ini nama-nama ilmuwan beserta bidang keahlian yang berkembang di
Andalusia masa dinasti Bani Umayyah :
No
|
Nama
|
Bidang
Keahlian
|
Keterangan
|
1
|
Abu Ubaidah Muslim Ibn Ubaidah al Balansi
|
Astrolog , Ahli Hitung
Ahli gerakan bintang-bintang
|
Dikenal sebagai Shahih al Qiblat karena banyak sekali mengerjakan
penetuan arah shalat.
|
2.
|
Abu al Qasim Abbas ibn Farnas
|
- Astronomi
- Kimia
|
Ilmi kimia, baik kimia murni maupun terapan adalah dasar bagi ilmu
farmasi yang erat kaitannya dengan ilmu kedokteran.
|
3
|
Ahmad ibn Iyas al Qurthubi
|
Kedokteran
|
Hidup pada masa Khalifah Muhammad I ibn abd al rahman II Ausath
|
4.
|
Al Harrani
|
||
5.
|
Yahya ibn Ishaq
|
Hidup pada masa khalifah Badullah ibn Mundzir
|
|
6.
|
Abu Daud Sulaiman ibn Hassan
|
Hidup pada masa awal khalifah al Mu’ayyad
|
|
7
|
Abu al Qasim al Zahrawi
|
- Dokter Bedah
- Perintis ilmu penyakit
telinga
- Pelopor ilmu penyakit
kulit
|
Di Barat dikenal dengan Abulcasis. Karyanya berjudul al Tashrif li man
‘Ajaza ‘an al Ta’lif, dimana pada abad XII telah diterjemahkan oleh Gerard of
Cremona dan dicetak ulang di Genoa (1497M), Basle (1541 M) dan di Oxford
(1778 M) buku tersebut menjadi rujukan di universitas-universitas di Eropa.
|
8
|
Abu Marwan Abd al Malik ibn Habib
|
Ahli sejarah, Penyair dan ahli nahwu sharaf
|
salah satu bukunya berjudul al Tarikh
|
9
|
Yahya ibn Hakam
|
Sejarah, Penyair
|
|
10
|
Muhammad ibn Musa al razi
|
Sejarah
|
wafat 273/886. Menetap di Andalusia pada tahun 250/863
|
11
|
Abu Bakar Muhammad ibn Umar
|
- Sejarah
|
Dikenal dengan Ibn Quthiyah , Wafat 367/977 dan Bukunya berjudul Tarikh
Iftitah al Andalus
|
12
|
Uraib ibn Saad
|
- Sejarah
|
Wafat 369/979, Meringkas Tarikh
al- thabari, menambahkan kepadanya tentang al Maghrib dan Andalusia,
disamping memberi catatan indek terhadap buku tersebut.
|
13
|
Hayyan Ibn Khallaf ibn Hayyan
|
- Sejarah & sastra
|
Wafat 469/1076, Karyanya : al
Muqtabis fi Tarikh Rija al Andalus dan al Matin.
|
14
|
Abu al Walid Abdullah ibn Muhammad ibn al faradli.
|
- Sejarah
- Penulis biografi
|
Lahir di Cordova tahun 351/962 dan wafat 403/1013. Salah satu karyanya
berjudul Tarikh Ulama’i al Andalus
|
Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat pada masa Umayyah tidak terlepas
dari kecintaan dan hasrat yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan, tidak hanya
dikalangan penduduk akan tetapi juga terlebih di kalangan penguasa. Pada masa
al Muntashir terdapat tidak kurang dari 800 buah sekolah, 70 perpustakaan
pribadi disampin perpustakaan umum.[15]
2. Kemegahan bangunan fisik.
Aspek-aspek
pembangunan fisik yang mendapat perhatian umat Islam sangat banyak. Dalam
perdagangan, jalan-jalan dan pasar-pasar dibangun. Bidang pertanian demikian
juga. Sistem irigasi baru diperkenalkan kepada masyarakat Spanyol yang tidak
mengenal sebelumnya. Dam-dam, kanal-kanal, saluran sekunder, tersier, dan
jembatan-jembatan air didirikan. Tempat-tempat yang tinggi, dengan begitu, juga
mendapat jatah air.
Orang-orang
Arab memperkenalkan pengaturan hidrolik untuk tujuan irigasi. Kalau dam
digunakan untuk mengecek curah air, waduk (kolam) dibuat untuk konservasi
(penyimpanan air). Pengaturan hidrolik itu dibangun dengan memperkenalkan roda
air (water wheel) asal Persia yang dinamakan na’urah (Spanyol: Noria). Di
samping itu, orang-orang Islam juga memperkenalkan pertanian padi, perkebunan
jeruk, kebun-kebun, dan taman-taman[16].
Industri, di
samping pertanian dan perdagangan, juga merupakan tulang punggung ekonomi
Spanyol Islam. Di antaranya adalah tekstil, kayu, kulit, logam, dan industri
barang-barang tembikar.
Namun
demikian, pembangunan-pembangunan fisik yang paling menonjol adalah pembangunan
gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, mesjid, pemukiman, dan
taman-taman. Di antara pembangunan yang megah adalah mesjid Cordova, kota
Al-Zahra, Istana Ja’fariyah di Saragosa, tembok Toledo, istana Al-Makmun,
mesjid Seville, dan istana Al-Hamra di Granada.
Faktor-Faktor Pendukung Kemajuan
Spanyol Islam, kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya
penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan
kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abd al-Rahman al-Dakhil, Abd al-Rahman
al-Wasith dan Abd al-Rahman al-Nashir.
Toleransi
beragama ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen dan
Yahudi, sehingga, mereka ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab Islam di
Spanyol. Untuk orang Kristen, sebagaimana juga orang-orang Yahudi, disediakan
hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran agama mereka
masing-masing.
Masyarakat
Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk, terdiri dari berbagai komunitas,
baik agama maupun bangsa. Dengan ditegakkannya toleransi beragama,
komunitas-komunitas itu dapat bekerja sama dan menyumbangkan kelebihannya
masing-masing.
Meskipun ada
persaingan yang sengit antara Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Spanyol,
hubungan budaya dari Timur dan Barat tidak selalu berupa peperangan. Sejak abad
ke-11 M dan seterusnya, banyak sarjana mengadakan perjalanan dari ujung barat
wilayah Islam ke ujung timur, sambil membawa buku-buku dan gagasan-gagasan. Hal
ini menunjukkan bahwa, meskipun umat Islam terpecah dalam beberapa kesatuan
politik, terdapat api yang disebut kesatuan budaya dunia Islam[17].
D.
Runtuhnya
Dinasti Bani Umayyah Spanyol (Cordova)
1.
Konflik Islam dengan
Kristen
Para penguasa
Muslim tidak melakukan Islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa puas
dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan
membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki
tradisional, asal tidak ada perlawanan bersenjata.38 Namun demikian, kehadiran
Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen. Hal
itu menyebabkan kehidupan negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari
pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada abad ke-11 M umat Kristen
memperoleh kemajuan pesat, sementara umat Islam sedang mengalami kemunduran[18].
2.
Tidak Adanya Ideologi
Pemersatu
Kalau di
tempat-tempat lain, para mukalaf diperlakukan sebagai orang Islam yang
sederajat, di Spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayyah di
Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi.
Setidak-tidaknya sampai abad ke-10 M, mereka masih memberi istilah ‘ibad dan
muwalladun kepada para mukalaf itu, suatu ungkapan yang dinilai merendahkan.
Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non-Arab yang ada sering menggerogoti dan
merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan dampak besar terhadap sejarah
sosio-ekonomi negeri tersebut. Hal ini menunjukkan tidak adanya ideologi yang
dapat memberi makna persatuan, di samping kurangnya figur yang dapat menjadi
personifikasi ideologi itu[19].
3.
Kesulitan Ekonomi
Di paruh kedua
masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dengan sangat “serius”, sehingga lalai membina perekonomian[20].
Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang amat memberatkan dan mempengaruhi
kondisi politik dan militer.
4.
Tidak Jelasnya Sistem
Peralihan Kekuasaan
Hal ini
menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli waris. Bahkan, karena inilah
kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk Al-Thawaif muncul. Granada yang
merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand
dan Isabella, di antaranya juga disebabkan permasalahan ini[21].
5.
Keterpencilan
Spanyol Islam
bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. la selalu berjuang sendirian,
tanpa mendapat bantuan kecuali dan Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada
kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen di sana[22].
E.
Pengaruh
Peradaban Islam Di Eropa
Spanyol
merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa menyerap peradaban Islam, baik
dalam bentuk hubungan politik, sosial, maupun perekonomian, dan peradaban antar
negara. Orang-orang Eropa menyaksikan kenyataan bahwa Spanyol berada di bawah
kekuasaan Islam jauh meninggalkan negara-negara tetangganya Eropa, terutama
dalam bidang pemikiran dan sains di samping bangunan fisik[23]. Berawal dari gerakan Averroeisme inilah
di Eropa kemudian lahir reformasi pada abad ke-16 M dan rasionalisme pada abad
ke-17 M[24]
Pengaruh
peradaban Islam, termasuk di dalamnya pemikiran Ibn Rusyd, ke Eropa berawal
dari banyaknya pemuda-pemuda Kristen Eropa yang belajar di
universitas-universitas Islam di Spanyol, seperti universitas Cordova, Seville,
Malaga, Granada, dan Salamanca. Selama belajar di Spanyol, mereka aktif
menerjemahkan buku-buku karya ilmuwan-ilmuwan Muslim. Pusat penerjemahan itu
adalah Toledo. Setelah pulang ke negerinya, mereka mendirikan sekolah dan
universitas yang sama. Universitas pertama eropa adalah Universitas Paris yang
didirikan pada tahun 1231 M tiga puluh tahun setelah wafatnya Ibn Rusyd. Di
akhir zaman Pertengahan Eropa, baru berdiri 18 buah universitas. Di dalam
universitas-universitas itu, ilmu yang mereka peroleh dari
universitas-universitas Islam diajarkan, seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti,
dan filsafat. Pemikiran filsafat yang paling banyak dipelajari adalah pemikiran
Al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd.[25]
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang
sudah berlangsung sejak abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan
kembali (renaissance) pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya
pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab
yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Latin.[26]
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Al-Usayri, Sejarah Islam, Jakarta: Akbar,
2004
Ahmad
Salabi, Mausu’ah al Tarikh wa al Hadlarah al Islamiyah, Kairo: Al-Maktabah
al Misriyah, 1982
Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Gravindo Persada, 2003.
Jaih
Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2004
Jurji Zaidan, Tarikh
al-Tamaddun al-Islami, juz III, Kairo: Dara l-Hilal, tt
K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1986
Lutfi abd al-Badi, al-Islam fi
Isbaniya, Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyyah, 1969
Masjid fakhri, Sejarah Filsafat Islam, Jakarta: Pustaka jaya, 1986
Mehdi
Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, Surabaya:
Risalah Gusti, 1996
Mustafa
as Siba’i, Kebangkitan Kebudayaan Islam, terj. Nabhan Husein, Jakarta:
Media Dakwah, 1987.
Mustafa As-Siba’i, Peradaban Islam Dulu,
Kini dan Esok, Jakarta: Gema Insani Press, 1993
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Jakarta: Penada Media, 2003.
Philip K. Hitti, History of the Arab, London:
Macmillan Press, 1970
Siti Maryam, dkk, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga
Modern, Yogyakarta:
Lesfi, 2004
S.I. Poeradisastra, Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Peradaban Modern
Jakarta: P3M, 1986.
Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Ibn Rusyd, Jakarta: Bulan Bintang: 1975
[2] Siti Maryam, dkk, Sejarah
Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta: Lesfi, 2004), hal 80.
[4]
Jurji Zaidan,
Tarikh al-Tamaddun al-Islami, juz III, (Kairo: Dara l-Hilal, tt), hlm. 200
[7] Ahmad Salabi, Mausu’ah al Tarikh wa al
Hadlarah al Islamiyah, (Kairo: Al-Maktabah al Misriyah, 1982), Juz 4, hal 59-60.
[8] Lutfi abd
al-Badi, al-Islam fi Isbaniya, (Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyyah,
1969), hlm. 38
[10] Mustafa As-Siba’i, Peradaban Islam Dulu,
Kini dan Esok.(Jakarta: Gema Insani Press, 1993) hlm 49.
[11] Mehdi
Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, (Surabaya:
Risalah Gusti, 1996), hlm. 241
[14] Mustafa as Siba’i, Kebnagkitan Kebudayaan
Islam, terj. Nabhan Husein (Jakarta : Media Dakwah, 1987), h.
[24] S.I. Poeradisastra, Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Peradaban Modern, (Jakarta: P3M, 1986), hlm. 67
wess baisi blog sekalinya Rara
BalasHapusgood job
BalasHapusMantab
BalasHapus